Wednesday 17 March 2010

Praktek Ngajar Lapangan (PPL) paradigma bagi Sekolah

Gelar bagi Guru sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa. Tidaklah asing ditelinga kita. Kerja keras guru dan ketelatenannya dalam mendidik siswa (peserta didik) memang patut untuk diacungi jempol. Tapi gelar yang masih melekat itu kini perlahan tapi gak pasti mulai luntur dengan berbagai peristiwa yang sungguh tragis. Mulai dari kekerasan fisik, pelecehan seksual sampai pelemahan mental kerap mewarnai media massa dalam penurunan derajat seorang guru.
Peran soerang guru sebagaimana yang telah dianjurkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah guru sebagai motivator, fasilitator. Guru berperan dalam membelajarkan siswa untuk belajar, yaitu mengajarkan ke siswa belajar untuk belajar.
Untuk menjadi guru yang profesional memang bukanlah hal yang mudah tapi juga tidaklah sulit, asal ada kemauan, kemampuan dan kerja keras. Seorang calon guru sudah di drill dalam bangku perkuliahan untuk mendalami materi (hal yang utama) kemudian diberikan cara dan teknik dalam membelajarkan ke siswa. Kemudian dibekali juga dengan praktik ngajar, bermula dari microteaching sampai ke pengajaran kelas.
Hal yang kerap dihadapi oleh seorang calon guru ketika mulai melakukan praktik pengajaran di kelas adalah penyesuaian terhadap lingkungan sekolah. Guru diharapkan bisa menguasai kelas, bahan ajar yang akan diajarkan, serta bagaimana bisa kerja sama dengan guru pamong. Sungguh usaha yang memeras keringat.

Dari pihak sekolah, tidak sedikit yang berantusias menerima sekolahnya sebagai ajang belajar para calon guru ini, tapi juga tidak sedikit sekolah yang menolak, khususnya sekolah yang mempunyai kridibilitas yang terkenal (favori : meski kata favorif hanya sebagai anugerah). Sekolah yang dianggap favorit kebanyakan enggan untuk menerima para calon guru, hal ini dilakukan dengan berbagai alasan, khawatir siswa tidak maksimal dalam menerima materi yang menyebabkan siswa kurang maksimal dalam hasil UN. Hal ini sebagai bentuk hilangnya kepercayaan pihak sekolah yang mungkin pernah dijadikan sebagai tempat praktik, berdasarkan pengalaman banyak para calon guru yang belum mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengajar. Dapat dilihat dari komentar para siswa yang diajar, nilai atau kemampuan siswa yang belum maksimal yang mengakibatkan nilai siswa dalam UAS ato UN yang jatuh.
Tapi seyogyanya sekolah tidak dapat menutup mata dalam menerima para calon guru untuk berlatih. Seorang Pimpinan Sekolah pastinya juga pernah melakukan hal yang sama degan para calon guru. Memberikan kesemmpatan bagai juniornya untuk berlatih juga bukanlah hal yang dianggap hal yang sulit. Sebaliknya pihak kampus juga benar-benar selektif dalam memfilter para peserta didiknya apakah layak untuk expansi ke luar atau bisa dikatakan layak untuk menerapkan apa yang didapatkan peserta didiknya, untuk meminimalisir kemungkinan tercoreng nama almamater yang bersangkutan. Juga para calon guru tidak serta merta dan banyak belajar serta memaksimalkan kesempatan yang telah diberikan.

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More